Pageviews from the past week

2

Friday, December 02, 2011

Surat Terakhir Seorang Supir Truk

Steamboat Mountain adalah pemangsa yang ganas. Setiap supir truk yang menyusuri jalan raya Alaska memperlakukannya dengan hormat, terutama di musim dingin. Tikungan dan belokan jalan di gunung itu dan tebingnya yang curam menukik tajam dari jalanan berlapis es. Tak terhitung truk dan supir truk yang tersesat di situ dan masih banyak lagi yang diyakini akan mengikuti jejak terakhir mereka.

Dalam suatu perjalanan di jalan raya itu, aku bertemu dengan Royal Canadian Mounted Police (Polisi Kanada) dan beberapa mobil derek, menarik sisa sebuah truk yang hancur, sedang menaiki tebing terjal. Aku memakir trukku dan menghampiri sekelompok supir truk yang diam mengawasi mobil hancur yang mulai muncul dari jurang.

Salah seorang polisi menghampiri kami dan berkata perlahan, “Saya minta maaf” katanya, “Supirnya sudah meninggal saat kami menemukannya. Ia pasti melampaui jalan ini dua hari yang lalu waktu ada badai salju yang besar. Tak terlihat banyak jejak. Untung kami melihat pantulan sinar matahari dari logamnya.” Ia menggelengkan kepalanya perlahan dan merogoh saku mantelnya. "Ini …, mungkin kalian sebaiknya membaca ini. Rupanya dia masih hidup beberapa jam sebelum mati kedinginan.”


Aku belum pernah melihat polisi berlinangan air mata. Aku selalu menyangka mereka sudah sering melihat kematian dan kesusahan sehingga mereka sudah kebal. Tapi ia menghapus air mata saat ia menyerahkan surat itu kepadaku. Selagi aku membacanya, aku mulai menangis, semua supir truk terdiam setelah mendengarkan cerita itu, lalu berjalan kembali ke truknya masing-masing. Kata-kata itu terpatri dalam ingatanku, dan sekarang, bertahun-tahun kemudian, surat itu masih terlihat jelas seakan aku memegangnya di hadapanku. Beginilah suratnya…

"… Desember 1974, Istriku yang tercinta,
Tak ada orang yang ingin menulis surat seperti ini, tapi aku tak cukup beruntung memiliki kesempatan untuk mengatakan apa yang sering lupa kukatakan. Aku mencintaimu, Sayang. Kamu sering berkelar bahwa aku lebih mencintai truk daripada mencintaimu, karena aku lebih banyak menghabiskan waktu dengannya. Aku memang mencintai mesin ini, ia baik padaku. Ia menemaniku dalam masa sulit dan tempat yang sulit. Aku selalu dapat mengandalkannya dalam perjalanan panjang dan ia dapat melaju dengan cepat. Ia tak pernah mengecewakanku. Tapi, tahu tidak? Aku mencintaimu karena alasan yang sama. Kamu juga menemaniku dalam waktu yang sulit dan hal yang sulit.

Ingatkah kau akan truk kita yang pertama? Truk rongsokan yang selalu membuat kita bangkrut, tapi selalu mengumpulkan uang untuk makan kita? Kamu harus mencari pekerjaan supaya kita dapat membayar sewa rumah dan bon tagihan. Setiap sen yang kuhasilkan dipakai untuk truk, sementara uangmu memberi kita makanan dan atap untuk bernaung.

Aku ingat aku pernah mengeluhkan truk itu, tapi aku tak mendengarmu mengeluh waktu pulang kerja dengan lelah dan aku meminta uang darimu untuk pergi lagi. Seandainya pun kamu mengeluh mungkin aku tak mendengarnya. Aku terlalu terlena oleh masalahku sendiri sehingga tak pernah memikirkan masalahmu. Aku memikirkannya sekarang, semua yang kau korbankan untukku. Pakaian, liburan, pesta, teman. Kamu tak pernah mengeluh dan entah bagaimana aku tak pernah ingat untuk berterima kasih padamu untuk menjadi dirimu.

Saat aku duduk minum kopi bersama teman-teman, aku selalu membicarakan trukku, kendaraanku, pembayaranku. Rupanya aku lupa bahwa kamu adalah mitraku meskipun kamu tak berada bersamaku. Pengorbanan dan keteguhan hati dari pihakku dan dari pihakmu jugalah yang akhirnya membelikan kita truk baru. Aku begitu bangga dengan truk itu hingga rasanya seperti ingin meledak. Aku bangga akan dirimu juga, tapi aku tak pernah mengatakannya. Aku menganggap kamu pasti sudah tau, tapi andai aku melewatkan waktu untuk mengatakannya… . Bertahun-tahun selama aku mendera aspal, aku selalu tahu doamu mengiringiku. Tapi kali ini doamu tidaklah cukup. Aku cedera parah.

Ini perjalananku yang terakhir dan aku ingin mengatakan semua yang seharusnya kukatakan sebelumnya. Hal yang terlupakan karena aku terlalu sibuk dengan truk dan pekerjaan. Aku memikirkan ulang tahunmu dan ulang tahun pernikahan kita yang terlupakan. Pertunjukkan drama sekolah dan pertandingan baseball anak kita yang kau hadiri sendiri karena aku sedang di jalan. Aku memikirkan malam-malam sepi yang kau lewatkan seorang diri, bertanya-tanya dimana aku berada dan bagaimana keadaanku. Aku memikirkan semua saat aku ingin menelponmu hanya untuk menyapa tapi tak pernah jadi. Aku memikirkan perasaanku yang damai karena tahu kamu berada di rumah bersama anak-anak menungguku. Tiap kali ada makan malam keluarga, kau selalu harus menghabiskan seluruh waktumu untuk menjelaskan kepada orang tuamu mengapa aku tidak dapat hadir. Aku sibuk mengganti oli, aku sibuk mencari onderdil, aku sedang tidur karena harus berangkat pagi-pagi esoknya. Selalu ada alasan, tapi rasanya sekarang alasan itu tak begitu penting.

Waktu kita menikah, kamu tak tahu cara mengganti lampu. Tapi, beberapa tahun, kamu mampu memperbaiki perapian selagi badai, sementara aku menunggu muatan di Florida. Kamu menjadi montir yang cukup baik, membantuku memperbaiki, dan aku bangga sekali akan dirimu waktu kamu melompat ke dalam truk dan mundur melindas semak mawar. Aku bangga akan dirimu saat aku masuk ke halaman dan melihatmu tidur di mobil menungguku.

Apakah itu jam dua siang atau jam dua subuh, kamu selalu kelihatan seperti seorang bintang film bagiku. Kamu sungguh cantik. Mungkin aku tak mengatakannya akhir-akhir ini, tapi kamu memang cantik. Aku banyak berbuat kesalahan dalam hidupku, tapi setidaknya aku pernah mengambil sebuah keputusan bagus, itu adalah saat aku melamarmu.

Kamu tak akan pernah bisa mengerti apa yang membuatku terus mengemudikan truk. Aku juga tak mengerti, tapi itulah cara hidupku. Masa susah, masa senang, kamu selalu ada. Aku mencintaimu, Sayang dan aku mencintai anak-anak kita. Tubuhku sakit, tapi hatiku jauh lebih sakit. Kamu tak akan hadir saat aku mengakhiri perjalanan ini. Untuk pertama kalinya sejak kita bersama, aku benar-benar sendirian dan aku takut. Aku sangat membutuhkanmu, dan aku tahu sudah terlambat. Lucu juga, ya. Tapi yang kumiliki sekarang adalah truk ini. Truk terkutuk ini yang mengatur hidup kita begitu lama. Baja rongsok tempatku hidup selama bertahun-tahun. Tapi truk ini tak dapat membalas cintaku. Hanya kamu yang bisa. Walau dirimu berib-ribu mil jauhnya, tapi aku merasakan dirimu bersamaku disini. Aku dapat melihat wajahmu dan merasakan cintamu dan aku takut melakukan perjalanan terakhir ini sendirian. Katakanlah pada anak-anak kita bahwa aku sangat mencintai mereka dan jangan izinkan mereka bekerja sebagai supir truk. Mungkin cuma itu, Sayang. Ya Tuhan, aku sungguh mencintaimu. Jagalah dirimu dan ingatlah selalu bahwa aku mencintaimu melebihi segala yang ada dalam hidup ini. Aku hanya lupa mengatakannya.
Aku sangat mencintaimu,
Istriku  "

1 comment: